welcome to my Blog...

" Assalamualaikum....

Thank 4 all..yg telah visiT my Blogs..

I hope TulisanQ bermanfaat bg Kalian smw..

thanks...

aLbumQ

aLbumQ

Rabu, 28 Oktober 2009

KARAKTERISTIK ANAK TUNANETRA

Oleh : Yenny Eka Herlin B.M

 

 

A Karakteristik Anak Tunanetra Dalam Aspek Akademis

 

Sedikit sekali para ahli yang menyelidiki tentang perbandingan antara prestasi akademik anak tunanetra dengan anak awas. Dilakukan perbandingan langsung antara anak tunanetra dan anak awas secara langsung , hasilnya masih dipertanyakan karena kedua kelompok tersebut harus dites dalam kondisi yang berbeda.

Bateman dalam Hallahan dan Kauffman (1991:312) mengemukakan bahwa dari hasil penelitian, diperoleh beberapa fakta yang memberikan kesan bahwa anak tunanetra baik yang kurang lihat maupun buta, ketinggalan dari temnnya yang awas. Berkaitan dengan hal tersebut Samuel Hayes dan Moh.Amin (1986:13) mengukut kecerdasan tunanetra dengan menggunkan tes kecerdasan hayes binet dengan menghilangkan nomor-nomor yang menggunakan penglihatan dan menggantinya dengan nomor yang tidak menggunkan penglihatan dari Stanford-binet.

Ahli lain yaitu Tilman dan Osborg (1969). Membnadingkan anak tunanetra yang sedang mengikuti pendidikan dengan anak awas dan ia menemukan beberapa perbedaan berikut :

1.      anak tunanetra menyimpan pengalaman-penglaman khusus, seperti anka awas, tapi pengalaman-pengalaman tersebut kurang terintegrasikan

2.      anak tunanetra mendapat angka yang hampir sama dengan anak awas dalam hal berhitung, informasi dan kosakata tetapi kurang baik dalam hal pemahaman dan persamaan

3.      kosakata anak-anak tunanetra cenderung merupakan kata-kata yang definitif, sedang anak awas menggunakan arti yang lebih luas.

Studi yang dilakukan oleh Kephart dan Schwartz (1974), juga menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami gangguan penglihatan yang berat cenderung memperoleh kemampuan berkomunikasi secara lisan, dan mampu berprestasi seperti anak awas.

Dengan demikian berbagai pendapat diatas menunjukkan bahwa ketunanetraan dapat mempengaruhi prestasi akademi para penyandangnya. Para ahli sependapt bahwa pengaruhnya itu tidak sebesar yang terjadi pada anak tunarungu karena pendengaran memegang peranan penting dalam kegiatan belajar di sekolah dibanding penglihatan.

 

B. Karakteristik Anak Tunanetra Dalam Aspek Pribadi dan Sosial

 

Hallahan dan Kauffman (1991:313) mengemukakan bahwa hasil penelitian tidak menunjukkan bahwa anak tunanetra secara umum tidak dapat menyesuaikan diri sehingga dapat disimpulkan bahwa masalah kepribadian bukan merupakan sifat atau pembawaan dari ketunanetraannya. Cutsforth (1951) menekankan bahwa Maladjusment terjadi pada tunanetra, dimana hal itu lebih cenderung karena sikap masyarakat dalam memperlakukan pribadinya. Dengan demikian, reaksi masyarakat terhadap orang tunanetra akan menentukan ia bisa menyesuaikan diri atau tidak.

Masalah pribadi anak tunanetra sering timbul karena konsep diri yang negatif, konsep itu timbul karena sikap negatif orang awas terhadap tunanetra. Bateman (1961) telah melakukan penelitian tentang persepsi orang awas terhadap tunanetra.

Beberapa literatur mengemuklakan karakteristik yang terjadi pada anak tunanetra yang tergolong buta akibat langsung maupun tidak langsung:

1.      curiga pada orang lain

Keterbatasan rangsangan visual atau penglihatan menyebabkan anak tunanetra kurang mampu untuk berorientasi pada lingkungan sehingga kemampuan mobilitasnyapun tergangu.

Dalam kehidupan anak tunanetra sering mengalami hal yang menimbulkan rasa sakit dan rasa kecewa yang mendorong mereka untuk selalu berhati-hati. Namun sikap kehati-hatian yang berlebihan dapat berklembang menjadi sifat curiga pada oranga lain.

2.   mudah tersingggung

Pengalaman sehari-hari yang menimbulkan rasa kecewa, dapat mempengaruhi emosi tunanetra sehinga tekanan-tekanan sura tertentu atau singgungan fisik yang tidak disengaja darai orang alin dapat menyinggung perasaannya.

3.   ketergantungan pada orang lain

Dalam melakukan aktivitas sehari-hari, kadang anak tunanetra memerlukan bantuan orang awas, sebagai konsekuensi logis dari ketunanetraannya. Apabila bantuan diberikan secara wajar dan dianggap perlu, maka kondisi itu tidak dapat dikatakan sebagai memiliki sifat ketergantungan pada orang lain. Namun, apabila bantuan diperlukan setiap saat dalm melakukan aktivitasnya termasuk pada hal-hal kecil yang sebenarnya dapat dilakukan sendiri maka kondisi ini dapat dikatakan mamaliki sifat ketergantungan pada orang lain.

 

C. Karakteristik Anak Tunanetra Dalam Aspek Fisik atau Sensoris dan

     Motorik/Perilaku

1. Aspek fisik dan sensorik

Dilihat secara fisik akan mudah ditentukan bahwa orang tersebut mengalami tunanetra. Hal tersebut dapat dilihat darai kondisi matanya dan sikap tubuhnya yang agak kaku. Pada umumnya kondisi mata tunanetra dapat dengan jelas dibedakan dengan mata orang awas. Mata orang tunanetra, ada yang terlihat putih semua, tidak ada bola matanya atau bola matanya agak menonjol keluar.

Dalam segi indra, umumnya anak tunanetra menunjukkan kepekaan yang lebih baik pada indra pendengaran dan perabaan dibanding dengan anak awas. Namun, kepekaan tersebut tidak diperoleh secara otomatis, melainkan melalui proses latihan. Melalui konsentrasi mereka belajar untuk membuat perbedaan-perbedaan yang sangat jelas.

Oleh karena kepekaannya sangat baik, terjadi mitos dimasyarakat bahwa anak tunanetra mempunyai kelebihan indra/mempunyai indra keenam. Hal tersebut adalah tidak benar karena sebenarnya yang terjadi indra penglihatannya tidak berfungsi maka ia memfungsikan indera lainnya melebihi orang awas.

 

2.      Aspek motoris

Karakteristik aspek motoris pada anak tunanetra adalah sebagai berikut:

a.       gerakannya agak kaku danh kurang fleksibel

karena keterbatasan penglihatannya, anak tunanetra tidak bebas bergerak seperti anak awas. Oleh karena itu dalam melakukan aktivitas motorik sepeti jalan, berlari, atau melompat cenderung menampakkan gerakan kaku dan kurang fleksibel.

b.      perilaku stereotip (stereotip behaviorv)

anakm tunanetra ada yang suka mengulangulang gerakan tertentu, seperti mengedipkan dan mengosok-gosokkan mata. Hal seperti itu kadang menjadi karakteristik anak yang memiliki gangguan dan keterlambatan yang tergolong berat tetapi mempunyai penglihatan yang normal.

 

Anak yang memiliki stimulasi sensori yang rendah seperti anak tunanetra berusaha untuk mencari stimulasi dengan cara mereka sendiri. Aktivitas motorik yang sering ditunjukkan oleh anak kurang lihat antara lain:

  1. selalu melihat suatu benda dengan memfokuskan pada titik benda dengan mengerutkan jari, ia mencoba melihat benda yang ada di sekitar.
  2. Memiringkan kepala apabila akan memulai melakukan suatu pekerjaannya untuk mencoba menyesuaikan cahaya yang ada dan daya lihatnya
  3. Sisa penglihatannya mampu mengikuti gerak benda.

 

3. Ciri khas layanan

Hal-hal yang khas dalam pendidikan anak tunanetra alah sebagai berikut:

a.       penempatan anak tunanetra

dalam pmempatkan anak tunanetra, perlu diperhatikan hal-hal berikut:

  1. anak tunanetra ditempatkan didepan, agar dapat mendengarkan penjelasan guru.
  2. memberikan kesempatan kepada anak tunanetra untuk memilih tempat duduk yang sesuai dengan kemampuan penglihatannya.
  3. anak tunanetra hendaknya ditempatkan berdekatan dengan anak yang relatif cerdas, agar terjadi proses saling membantu
  4. tidak diperkenankan 2 anak tunanetra duduk berdekatan, agar lebih terintegrasi dengan anak awas
  1. alat peraga yang diguknakn hendaknya memiliki warna yang kontras
  2. ruang belajar bagi anak tunanetra terutama anak low vision cukup mendaptkan cahaya atau penerangan.

 

5.      Strategi dan Media Pembelajaran

a.       Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran adalah pendayagunaan secara tepat dan optimal dari semua komponen yang terliha dalam proses pembelajaran, yang meliputoi tujuan, materi pelajaran, media, metode, siswa, guru, lingkungan belajar dan evaluasi sehingga proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan efisien.

Dalam proses pembelajran, digunakan berbagai macam strategi pembelajaran, antara lain:

1.      berdasarkan pertimbangan pengolahan pesan terdapat 2 macam strategi pembelajaran yaitu deduktif dan induktif. Dalam strategi pembelajaran deduktif materi pelajaran diolah mulai dari yang umum ke khusus. Sedangkan strategi pembelajaran induktif sebaliknya, dari khusus ke umum.

2.      berdasarkan pihak pengolah pesan, terdapat 2 strategi pembelajaran yaitu expositorik dan heuristik. Dalam strategi expositorik, guru yang mencari dan mengolah pesan dan siswa tinggal menerima. Sedangkan strategi heuristik, siswa yang mencari dan mengolah pesan dan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing.

3.      berdasarkan pertimbangan pengaturan guru, ada 2 macam strategi yaitu strategi pembelajran dengan seorang guru dan beregu ( team teaching)

4.      berdasarkan pertimbangan jumlah siswa, terdapat strategi pembelajaran klasikal, kelompok kecil dan individual.

5.      berdasarkan interaksi guru dan siswa, terdapat strategi pembelajaran tatap muka dan melalui media

Ada strategi lain yang dapat diterapkan adalm pembelajran anak tunanetra, yaitu:

1.      strategi individualisasi adalah strategi pembelajran dengan menggunakan suatu program yang disesuaikan dengan perbedaan individu, baik karakteristik, kebutuhan maupun kemampuan secara perorangan

2.      strategi kooperatif adalah strategi pembeljaran yang menekankan unsur gotong royong atau aling membantu satu sama lain dalam mencapai tujuan pembelajaran

3.      strategi modifikasi perilaku adalah strategi pembelajaran yang bertujuan untuk merubah perilaku siswa kearah yang lebih positif melalui kondisioning atau pembiasaan serta membantunya untuk lebih produktif sehingga menjadi individu yang mandiri.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa permasalahan dalam strategi pembelajaran anak tunanetra terletak pada upaya memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan kondisi anak dan upaya pemanfaatan indra yang masih berfungsi untuk mengimbangi kelemahan yang diakibatkan kehilangan penglihatannya.

Prinsip-prinsip dasar dalam pembelajaran anak tunanetra yaitu sebagai berikut:

1.      prinsip individual

bahwa dalam proses pembelajaran, seorang guru harus memperhatikan perbedaan-perbedaan individu.

2.      prinsip kekonkretan/ pengalaman penginderaan langsung

bahwa strategi pembelajaran yang digunakan guru harus memungkinkan akan tunanetra mendapatkan pemgalaman secara nyata dari apa yang dipelajarinya

3.      prinsip totalitas

bahwa strategi pembelajran yang dilakukan guru harus memungkinkan anak tunanetra memperoleh objek atau situasi secara total/ menyeluruh. Prinsip ini disebut juga sebagai pendekatan multi sensori.

4.      prinsip aktivitas mandiri (self activity)

bahwa strategi pembelajaran harus memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk belajara secara aktif dan mandiri sedangkan guru berfungsi sebagai fasilitator yang membantu kemudahan siswa belajar dan motivator yang membangkitkan motivasi anak untuk belajar.

 

b. Media Pembelajaran

Fungsi media dalam pembelajaran, antara lain untuk memperlancar proses pembelajaran, memperjelas sebuah konsep (menghindarkan verbalisme), serta membangkitkan minat dan perhatian terhadap pembelajaran. Media pembelajaran harus diramcang sedemikianrupa sehingga sesuai dengan kebutuhan anak tunanetra atau menjadi suatu yang dapat ditangkap oleh indera perabaan, pendengaran , pemciuman, pengecap, atau sisa penglihatan anak low vision.

Menurut fungsinya, media pembelajaran dapat dibedakan menjadi 2 kelompok sebagai berikut:

1.            media yang berfungsi untuk memperjelas penanaman konsep, yang sering disebut sebagai alat peraga.

2.            media yang berfungsi untuk membnatu kelancaran proses pembelajran itu sendiri yang sering disebut alat bantu pembelajaran.

Jenis-jenis alat peraga dan alat bantu pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran anak tunanetra:

  1. alat peraga
  1. objek atau situasi yang sebenarnya
  2. benda asli yang diawetkan
  3. tiruan atau model, yang terdiri dari

1.      model 3 dimensi, memiliki dimensi panjang, lebar, dan tinggi. Ditinjau dari ukurannya, model 3 dimensi dibedakan sebagai berikut:

a.       model yang memiliki ukuran yang sama dengan objek yang sebenarnya

b.      model yang memiliki ukuran yang lebih kecil dari objek yang sebsnarnya

c.       model yang memilki ukuran yang lebih besar dari objek yang sebenarnya.

2.  model 2 dimensi.yaitu dimensi panjang dan lebar, yang dimaksudkan model disini adalah modelmyanga diwujudkan berupa potongan-potongan karton, triplek.

  1. alat bantu pembelajran

      Alat bantu pembelajaran yang dapat digunakan oleh anak tunanetra antar lain:

  1. alat bantu untuk baca tulis, antara lain reglet dan pen (stylus) mesin ketik braille, papan huruf dan optacon
  2. alat bantu untuk membaca ( bagi anak low vision ) natara lain kaca pembesar, OHP, CCTV, dan slide proyektor.
  3. Alat bantu berhitung, antara lai papan hitungan (cubaritme ), abakus (sempoa), speech calculator

 

5.      Evaluasi

Evaluasi terhadap pencapaian hasil belajar pada anak tunanetra, pada dasarnya sama dengan yang dilakukan terhadap anak awas, namun ada sedikit perbedaan yang menyangkut materi atau soal dan teknik pelaksanaan tes. Kegiatan evaluasi dilaksanakan melalui tes lisan, tertulis dan perbuatan. Dalam melaksanakan tes tertulis disekolah terpadu ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

a.       soal yang diberikan kepada anak tunanetra yang tergolong buta hendaknya dalam bentuk huruf braille, sedangkan untuk anak low vosion dapat menggunakan huruf biasa yang ukurannya disesuaikan dengan kemampuan penglihatannya.

b.      Bersifat objektif dalm mengevaluasi pencapaian prestasi belajar anak tunanetra atau memberikan penilaian yang sesuai dengan kemampuannya

c.       Waktu pelaksanaan tes bagi anak tuna netra, hendaknya lebih lama dibandingkan dengan pelaksanaan tes untuk anak awas

 

 

Tidak ada komentar: